Rabu, 28 November 2012

Feature Asan





Pekerjaan Asan Tak Semanis Aren.



Tangerang - Waktu tepat menujukan pukul 12.30 WIB, sang surya pun terus menerangi bumi bahkan begitu menusuk kedalam kulit, namun hal tersebut tidak mematahkan langkah pria yang berusia 40 tahun itu untuk terus menelusuri kampung Pondok Jagung, Tangerang.  Dia adalah Asan penjual minuman tradisional yang biasa disebut Aren. Aren adalah minuman yang berasal dari pohon aren, memiliki rasa manis dan segar serta bau khas dan harum.

Asan rela memikul beban 20kg setiap harinya demi sang istri dan buah hatinya yang saat ini masih berusia 12tahun, pendapatan yang ia hasilkan juga tidak sebanding dengan lelah yang ia rasakan. Satu gelas Aren ia jual dengan harga Rp 3000,- jika semua minumannya habis Asan mendapatkan uang sebesar Rp 150.000,- namun tidak selalu minumannya habis laku terjual. Jika dimusim hujan Asan hanya mendapatkan separuhnya, itupun harus berbagi hasil dengan sang agen tempat dimana Asan mendapatkan Aren.

Terkadang tersirat didalam benak Asan untuk mencari pekerjaan yang lebih baik, mengingat banyak kebutuhan yang harus ia penuhi, namun itu semua terhalang dengan kurangnya ilmu pendidikan yang ia punya. Modal usahapun tidak ada, oleh sebab itu ia memutuskan untuk menjadi menjual Aren. Sebelumnya Asan pernah berkerja sebagai kuli bangunan namun hasil yang ia dapatkan sangat kurang untuk memenuhi kebutuhannya.

 asan berasal dari desa Rangkas Bitung datang ke Tangerang hanya untuk merubah profesinya dari kuli bangunan menjadi tukang minuman Aren. Di Tangerang Asan tinggal dirumah sederhana tempat ia melepas lelah sepulangnya ia bekerja. Setiap harinya tepat pada pukul 10.00 ia harus mulai mengelili sepanjang jalan pondok jagung, tetapi Asan tidak pernah berhenti bersyukur walaupun hasil yang ia dapatkan tidak begitu besar. 2 tahun sudah Asan berkerja sebagai tukang minuman Aren berarti 2 tahun pula ia tiggal berjauhan dengan istri dan anaknya, Asan juga sangat beruntung memiliki istri yang sangat mengerti keadaanya. 
 Istri Asan juga berkerja sebagai pembantu rumah tangga di Rangkas Bitung, hal tersebut dilakukannya untuk membantu sang suami demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Keluarga kecil harmonis dan penuh kehangatan  terlihat saat Asan memperlihatkan foto istri dan anaknya, sekejap mata Asan berkaca-kaca saat melihat foto tersebut. Asan hanya bisa berkumpul dengan keluarganya saat diberikan waktu libur oleh sang Bos. “harapan saya kedepan anak saya bisa sukses tidak seperti saya” ujar Asan dengan logat sundanya. Walaupun dalam keterbatasan perekonomian keluarga, Asan tetap bersabar karena ia percaya bahwa rizeki sudah diatur oleh tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar