Pekerjaan Asan Tak
Semanis Aren.
Tangerang - Waktu
tepat menujukan pukul 12.30 WIB, sang surya pun terus menerangi bumi bahkan
begitu menusuk kedalam kulit, namun hal tersebut tidak mematahkan langkah pria
yang berusia 40 tahun itu untuk terus menelusuri kampung Pondok Jagung,
Tangerang. Dia adalah Asan penjual
minuman tradisional yang biasa disebut Aren. Aren adalah minuman yang berasal
dari pohon aren, memiliki rasa manis dan segar serta bau khas dan harum.
Asan rela memikul beban 20kg setiap
harinya demi sang istri dan buah hatinya yang saat ini masih berusia 12tahun,
pendapatan yang ia hasilkan juga tidak sebanding dengan lelah yang ia rasakan. Satu
gelas Aren ia jual dengan harga Rp 3000,- jika semua minumannya habis Asan
mendapatkan uang sebesar Rp 150.000,- namun tidak selalu minumannya habis laku
terjual. Jika dimusim hujan Asan hanya mendapatkan separuhnya, itupun harus
berbagi hasil dengan sang agen tempat dimana Asan mendapatkan Aren.
Terkadang tersirat didalam benak Asan
untuk mencari pekerjaan yang lebih baik, mengingat banyak kebutuhan yang harus
ia penuhi, namun itu semua terhalang dengan kurangnya ilmu pendidikan yang ia
punya. Modal usahapun tidak ada, oleh sebab itu ia memutuskan untuk menjadi
menjual Aren. Sebelumnya Asan pernah berkerja sebagai kuli bangunan namun hasil
yang ia dapatkan sangat kurang untuk memenuhi kebutuhannya.
asan berasal dari desa Rangkas Bitung datang
ke Tangerang hanya untuk merubah profesinya dari kuli bangunan menjadi tukang
minuman Aren. Di Tangerang Asan tinggal dirumah sederhana tempat ia melepas
lelah sepulangnya ia bekerja. Setiap harinya tepat pada pukul 10.00 ia harus
mulai mengelili sepanjang jalan pondok jagung, tetapi Asan tidak pernah
berhenti bersyukur walaupun hasil yang ia dapatkan tidak begitu besar. 2 tahun
sudah Asan berkerja sebagai tukang minuman Aren berarti 2 tahun pula ia tiggal
berjauhan dengan istri dan anaknya, Asan juga sangat beruntung memiliki istri
yang sangat mengerti keadaanya.
Istri Asan juga berkerja sebagai pembantu rumah tangga
di Rangkas Bitung, hal tersebut dilakukannya untuk membantu sang suami demi
memenuhi kebutuhan hidup mereka. Keluarga kecil harmonis dan penuh kehangatan terlihat saat Asan memperlihatkan foto istri
dan anaknya, sekejap mata Asan berkaca-kaca saat melihat foto tersebut. Asan
hanya bisa berkumpul dengan keluarganya saat diberikan waktu libur oleh sang
Bos. “harapan saya kedepan anak saya bisa sukses tidak seperti saya” ujar Asan
dengan logat sundanya. Walaupun dalam keterbatasan perekonomian keluarga, Asan
tetap bersabar karena ia percaya bahwa rizeki sudah diatur oleh tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar